RSS

Brothers

Saya memiliki 3 saudara laki-laki. Saya perempuan sendiri. Yang satu, sudah bekerja. Dan yang dua lainnya masih sekolah.

Gimana sih rasanya jadi anak perempuan satu-satunya?

Hmm, pasti ada suka dan duka ya.
Sukanya, selalu merasa terlindungi. Tidak pernah susah-susah dengan pekerjaan berat meskipun saya kuliah di jurusannya laki-laki. Hehehehe.
Dukanya, dianggap lemah padahal saya tidak selemah itu. Dianggap lemah, jadi mereka kadang seenaknya sendiri gak bisa dibilangin.

Saudara-saudara saya ini tingkahnya macam-macam dan masing-masing punya watak yang berbeda luar biasa. Jadi, cara ibu saya menangani mereka juga berbeda-beda.

Kakak saya yang pertama, kami berjarak 6 tahun lahirnya. Seorang drummer dan budak pemerintah.
Kenapa saya bilang begitu?
Dia budak pemerintah, karena dia bekerja terus hingga larut. Mengikuti pemerintah untuk meliput kegiatannya, mengedit video, mempost, dan diberi upah yang menurut saya kurang manusiawi. Ya memang sih, dia masih baru. Tapi apakah adil, jika pekerjaannya sebanyak itu dan upah yang dia terima tidak seberapa?
Kakak saya adalah sosok yang sangat dewasa. Dia benar-benar cerminan seorang anak pertama yang selalu membantu ketika dibutuhkan, walaupun pekerjaannya super sibuk, dia selalu menyempatkan waktu ketika di rumah membutuhkannya. Kecuali jika dia benar-benar tidak bisa.
Kakak saya ini jarang pulang ke rumah. Tidur di rumah saja sudah sangat jarang. Ya, dia sudah sibuk dengan hobi dan pekerjaannya. Jadi sangat sulit untuk dia bisa tidur di rumah.
Dia juga cerminan seorang kakak yang mengayomi adik-adiknya, penyayang, perhatian, pengertian, dan multi talenta.
Kalau punya rezeki, dia selalu memberi kami uang saku. Menanyai kabar dan hari-hari saya.
Dia bisa membenahi segala hal, dan benar-benar dapat diandalkan. Sangat bisa diandalkan.
Ya, saya mengakui bahwa sikapnya yang seperti ini adalah buah dari perjalanan hidupnya yang sejak kecil tidak pernah mudah. Dia telah mengecap pahit-manis dunia.
Sosoknya ketika di luar rumah juga merupakan seorang lelaki yang mengayomi teman-temannya. Dia selalu tahu apa yang harus dia lakukan, dan mana yang tidak. Biasanya dijadikan penanggungjawab diantara teman-temannya. Itu yang saya tahu.
Setiap kali dia pulang ke rumah, kami selalu bercerita tentang segalanya. Rumah seketika menjadi hangat. Meski sampai malam pun, saya rela menahan kantuk saat dia sedang bercerita. Karena kami saling mengerti posisi satu sama lain.
Dia adalah orang pertama di rumah yang menganggap saya sudah dewasa. Jadi, perbincangan kami tidak pernah membosankan sama sekali.
Sebetulnya, saat berbincang saya sering sekalian meminta pengertian Ibu untuk suatu hal saat kami berbincangnya bertiga. Misalnya, pengertian dalam pergaulan.
Ibu saya adalah orang yang takut saya berbuat macam-macam, dan sangat menjaga saya. Jadi, beliau sering parno dengan hal yang tidak-tidak. Dan saat berbincang dengan kakak-lah saya dapat mengemukakan pendapat saya karena ada kakak yang membackup di belakang. Hahahaha.
Saya, begitu juga semua orang-orang di rumah, selalu merindukan kehadiran kakak saya. Kalau dia tidak pulang beberapa hari saja, semua orang sudah menanyakan dia kemana.
Ohya, kakak saya sudah punya kekasih. Dan sangat romantis dengan kekasihnya. Ia selalu meluangkan waktu meskipun mereka berdua sedang sibuk-sibuknya. Cara dia memperlakukan kekasihnya juga saya suka, sangat menjaga. Mereka adalah pasangan kekasih yang saya suka.
Tapi pesan saya untuk kakak saya, jangan keburu nikah. Nanti jadi gak seru kalau saya harus menangis saat pernikahannya. Belum siap. Jangan dulu ya.
Hehehehehe.

Kakak saya itu seperti beruang kalau kamu belum kenal.
Pernah kekasih saya dahulu takut saat bertemu kakak. Katanya, wajahnya garang. Bikin takut.
Saya sontak tertawa dan mengamati ulang wajah kakak saya. Hahahaha.
Ternyata benar, dia seperti beruang kalau lagi nggak ngelawak. Beruang yang lagi mau menikam mangsanya gitu. Ih. Pantesan.
Kakak saya ini komedian lho padahal. Dia suka godain orang, suka ngelawak, dan suka bertingkah di luar pikiran manusia normal.
Pernah suatu hari saya diajak kencan, jadi baygon gitu. Kami pergi ke sebuah mall, dan naik eskalator. Saya dan kekasihnya bertingkah normal, kami berdiri di eskalator yang arahnya turun. Tiba-tiba, kakak saya berlari ke bawah dan naik eskalator yang ke arah naik. Tapi, badannya ke arah turun sambil sok-sokan kesusahan.
Sontak saya geleng-geleng kepala dan tertawa karena tingkahnya.
Masih banyak lagi tingkah kakak saya yang di luar dugaan.
Ohya. Seringkali, dia menirukan saya ketika saya sedang marah-marah. Jadinya saya tidak jadi marah. Kesel sendiri soalnya.
Kakak itu memang tidak bisa tersenyum.
Pernah suatu ketika sedang berfoto, saya paksa dia senyum. Dia tidak bisa. Hahahaha. Hanya bisa pose gigit gigi yang menandakan dia tertawa.
Pantas saja kekasih saya yang dahulu takut, wong memang gak bisa senyum gini. 😆

Bentar, dilanjut next time ya. Cerita tentang adik-adik saya akan saya tulis saat saya sudah mood.
Hehehehe.
Selamat malam.
:)

Watak.

Lagi cari-cari destinasi liburan untuk satu minggu lagi, tiba-tiba terbesit pertanyaan..

"Akan seperti apa aku kalau aku terlahir di keluarga yang kaya raya, yang melakukan apapun bebas tanpa berpikir tentang uang?"

Sebuah pertanyaan ke diri sendiri, sekaligus refleksi dan lahan untuk bersyukur dengan segala yang kupunya saat ini.
Ya, aku manusia biasa yang seringkali membandingkan rumputku dengan rumput tetangga yang selalu terlihat lebih hijau. Tidak pernah puas.
Aku selalu berpikir, betapa enaknya tidak memikirkan tentang uang ketika aku ingin sesuatu. Karena semua masalah saat ini sebagian besar berasal dari uang.

Mungkin bukan aku saja yang begini.

Pertanyaan itu membuat aku merefleksi diri. Bahwa if i born with silver spoon in my mouth, mungkin Olldry bukanlah Olldry yang sekarang.

Ya, aku adalah orang yang selalu memperhitungkan segala sesuatu. Bagaimana caranya apapun yang kulakukan; meski itu tidak tentang uang, dapat efektif dan efisien.
Selama aku hidup, aku tidak pernah berfoya-foya menghabis-habiskan uang. Meskipun saat itu aku punya lebih.
Karena menurutku, uang yang lebih itu bisa disisihkan dan dimanfaatkan untuk hal lain.
Sebuah contoh kecil, jika aku bisa makan di dekat kampus; ayam goreng crispy dengan sambal dan kol goreng, mengapa aku harus pergi ke seberang dan memakan ayam yang rasanya sama dengan harga yang lebih mahal?
Contoh kedua, jika aku bisa pergi ke suatu tempat lalu sekalian mengisi bensin atau mencucikan motor, mengapa harus besok?

Tapi..

Satu yang sangat sulit untuk aku disiplinkan; waktu. Entah mengapa, seringkali aku terlambat untuk memenuhi janji. Selalu ada saja hal-hal yang menghambatku untuk tepat waktu.
Entah itu hal-hal teknis, maupun hal-hal eksternal yang menuntutku untuk tidak datang tepat waktu. Sehingga tidak heran, aku selalu membuat teman-temanku menunggu ketika ada janji dengan mereka.
Selain itu juga, aku sering diharuskan menunggu seseorang begitu lama saat aku datang tepat waktu. Sehingga, aku berpikir bahwa akan lebih efektif jika aku datang terlambat juga daripada harus menunggu.
Aku minta maaf untuk itu.
😂

Kembali lagi ke pertanyaan awal..

Jika aku bergelimang banyak uang, mungkin saat ini aku sudah menjadi anak yang tidak efektif, tidak efisien, boros, dan tetap suka terlambat.

Sifat seseorang ditentukan sejak dia kecil. Hmm. Lebih tepatnya, watak seseorang.
Pepatah jawa bilang, "Lek watuk ancen iso diwarasno, tapi lek watek, gak bakal iso."
(Batuk memang bisa disembuhkan, tapi kalau watak, tidak akan bisa.)

Ya, begitulah.
Pesan moral dari tulisan ini, be proud of who you are. Rumput tetangga memang selalu lebih hijau, maka dari itu, warnai rumputmu dengan warnamu sendiri. Hijau tak selalu lebih bagus.
If you born poor, its not your fault. But if you die poor, its your mistake.

Akhiru kalam..
Wassalamualaikum. 😁