RSS

Killing Insecurities

Every person is interesting.

Saya buka topik bahasan ini karena ternyata, di usia saya yang 20 tahun ini, saya masih menemui beberapa teman yang sering merasa insecure terhadap dirinya sendiri, dan membandingkan dirinya dengan orang lain secara ekstrim.

Saya akan bercerita tentang diri saya dan insecurity yang telah bersahabat selama bertahun-tahun, mungkin sejak saya lahir dan bisa berpikir.

Sebenarnya, saya bukan orang yang dengan mudah percaya diri. Sejak kecil, saya adalah orang yang pemalu tapi selalu memiliki keinginan besar. Alhasil, saya hanya berandai-andai tentang banyak hal tanpa melakukan sesuatu untuk mencapai hal tersebut.
Dulu waktu kecil, saya punya keinginan menjadi penyanyi dan model, karena seru bisa dikenal orang, menjadi cantik, dan menikmati hidup dengan profesi tersebut. Hahahaha. Padahal, saya adalah anak yang pendiam. Difoto saja saya akan merunduk dan malu-malu.
Tapi, karena ibu saya ingin saya untuk unjuk diri, beliau selalu memakaikan saya baju yang lucu-lucu beserta aksesorisnya, mengikutkan saya les modelling, fashion show, dan selalu menyuruh saya untuk mengacungkan tangan saat Ibu Guru menyuruh seseorang untuk menyanyi di depan kelas. Dan lagu yang menjadi andalannya adalah lagu Twinkle Twinkle Little Star.

Twinkle twinkle little star
How I wonder what you are
Up above the world so high
Like a diamond in the sky
Twinkle twinkle little star
How I wonder what you are

Alhasil, sedikit demi sedikit saya bisa percaya diri untuk beberapa saat. Dan karena dorongan ibu pula, saya berani menyanyi di depan kelas.

Sampai pada akhirnya, saya sudah ada di Sekolah Dasar. Kelas 5 SD saat itu.
Teman-teman saya adalah teman-teman saya di kelas, di TPQ, di lingkungan rumah, dan beberapa adik serta kakak kelas. Tidak ada yang aneh, semua berjalan normal.
Hingga saya berteman dekat dengan salah satu teman sekelas saya yang sering bercerita tentang seberapa buruknya dia dibandingkan orang lain. Dia tidak pernah tidak membandingan dirinya dan selalu merasa lebih buruk dari semua orang.

"Ah, aku mah gini-gini aja. Engga cantik. Ga kayak Si Ani, cantik. Makanya, semua orang suka sama dia."
"Aku itu anak paling bontot, dan paling beda di keluarga. Kakakku cantik-cantik semua, aku mah apa. Ya gini-gini aja."

Ternyata, mendengarkan kata-kata seperti itu adalah tidak sehat. Saya yang dulunya pemalu, lalu sudah mulai bisa percaya diri, sekarang terbayang lagi dengan ketidakpercayaan diri saya.
Tapi bukan hanya karena kejadian itu, banyak pula teman saya yang mengatakan hal-hal serupa hingga membuat saya berpikiran serupa pula.

Hal ini berlanjut hingga saya SMP.
ketidakpedean saya semakin hari semakin terdukung dengan fakta bahwa orang-orang lebih suka berhubungan dengan mereka yang memiliki fisik bagus. Cantik, putih, menyenangkan, dan tidak gendut.
Tapi disana, saya legowo sekali, bahkan sangat bersyukur. Karena dengan diri saya saat itu yang tidak begitu menarik perhatian, saya terhindar dari hal-hal negatif dan lebih sering melihat sekitar. Mengambil cerita dari pengalaman orang, dan menjadikannya pelajaran hidup saya juga.

Di SMA, pemikiran tentang diri saya dan lingkungan sekitar mulai berubah sedikit demi sedikit. Didukung dengan keadaan fisik yang lebih baik daripada saat SMP karena keajaiban alam (kalo kata orang sih puberty), saya lebih melihat orang dari kualitas dirinya. Karena pada dasarnya, semua orang menarik. Tidak ada yang jelek. Saya percaya itu.
Karena ternyata ada banyak sekali orang-orang dengan kondisi fisik tidak menarik, tapi memiliki jiwa yang sangat dermawan.
Ada pula mereka yang cantik, tapi hanya melihat sesuatu dari apa-apa yang nampak saja.
Ada juga yang memiliki fisik menarik, dan berbakat dalam segala hal. Tapi ternyata juga memiliki kekurangan di satu aspek.
Dan ada yang sangat berbakat dalam bermain musik, menulis, berwawasan luas, tapi tidak mahir di akademis.
Manusia itu bermacam warna. Dan semuanya menarik. Tapi, tidak ada yang sempurna.
Itu yang saya tahu.

Hingga di tahun ketiga kuliah ini, saya semakin melihat banyak keberagaman. Lebih terbuka tentang macam-macam manusia dan lebih siap menerima hal-hal yang mungkin melenceng dari value yang saya percaya.
Manusia tidak lagi dinilai karena penampilan fisik, tapi bagaimana wawasan dan cara pandangnya terhadap sesuatu. Bagaimana dia berpikir dan bertindak. Dan tetap saja, semuanya menarik.
Sounds a lil bullshit, tapi memang itu penilaian yang seharusnya orang sematkan di pikirannya, sehingga  tidak mudah tergoda oleh fisik dan mudah ditipu dengan kefanaan dunia.
Dan ya memang saya akui, fisik merupakan first impression, dan first impression ini penting.

Ohya! Tentang first impression , dari apa yang saya tahu, ini gak melulu soal fisik!
Kalaupun fisik, ini bisa diperbaiki lewat penampilan yang rapi dan meyakinkan. Tidak melulu tentang paras.

Cerita tentang first impression, saya juga bersyukur memiliki orang yang senantiasa mengoreksi saat penampilan saya aneh dan tidak nyambung. Menyarankan ini-itu untuk dipakai, rambut, mengingatkan saya agar memakai body Lotion dan parfum, dan hal-hal yang menunjang performa saya sehari-hari.
Awalnya sih susah untuk memulai, dan saya akui saya kerepotan harus mix and match baju biar extraordinary. Pun, selama ini saya pakai kemeja, jeans, dan sepatu kets saja ke kampus tidak ada masalah.
Tapi saya berpikir lagi, kalau tidak ada salahnya dicoba. Toh, saya gak rugi apa-apa. Dan siapa tahu nanti ada efek positifnya.
Dan ya, setelah beberapa bulan dijalani, segalanya berjalan dengan baik. Pemilihan baju ternyata berpengaruh terhadap mood dan performa saya sehari-hari. Pastinya lebih pede kalau kemana-mana!
Saya gak peduli juga dilihatin orang, selama yang saya pakai itu baik menurut saya. Dan pastinya, ini meningkatkan first impression saya di mata orang-orang yang baru saya temui.

Jadi..
Sebenarnya..
Ada banyak cara untuk menerima diri sendiri dan menjadi percaya diri, serta memberikan first impression yang baik.
Ada banyak cara pula untuk menjadi insecure dan tidak mencari pembelaan untuk setiap ketidakpercayadirian yang disebabkan oleh insecure mu.

Pilihan ada di diri kita sendiri, mau seperti apa.

Tentukan pilihanmu...

... sekarang.
:)

Listen and Appreciate

I always need someone to talk to.

I need a person to share my stories, everyday.
I want to text him like 24/7, saying what I've been through to prove myself that I ain't alone.
I want to text him every morning, just to tell him my dreams.
I want to text him every single time he did something well, so we'd appreciate one another..
And I want him to treat me well, to make me feel I'm precious and my stories are interesting, so I'd comfortably tell it to him.

I, need to be appreciated for every important things I did, for my decisions, and my days.
I need someone who'll say,
"You look great!" when I put on my best clothes and going out.
"You're so pretty!" when I try to put some makeup on, or when I cut my hair.
"You did well, Olldry." when I get a good score in the semester, or when I do something difficult, like being success on installation design and sort things.
"It's delicious!" when I make foods, or when I try to bring him to a good restaurant.

For if it is an easy thing for them, I still want to hear that.
Because what they've been through isn't as same as mine. It might be easy for them, but not for me.
I know it's hard to listen, and to have someone who'll carefully listen to my stories.

I'll be okay with some critics, really. But what if you put a good sentence -- or appreciate first, before judging?
Yes, we need to be honest. It doesn't mean we have to put someone down when it's the best they can do, right?
We need to educate with critics, not downing. You want me to change --- it won't work if you pointly say harsh things to me.

I know, some people think that "It is the best way to handle situations" or something that against this thought.
Oh dude, it's not like that!!
Ok, you may handle the situations, but there'll be some psychological damages on that person. --- they feel like they're a bad person that ever exist in this world.

Being appreciated is important for someone like me -- i'm easily being down whenever bad things happen.
Hahaha sounds crunchy but yeah, thats me.

I'll feel bad if people say bad things toward me, especially if its done by people I love.
I can ignore people that dont know me, but I never be okay if the words come from my loved ones.
Their comments are so important because I thought they are the people who knows me better than anyone who dont.

...

I do have people that treated me sooooo right, I can't believe they are exist! :"))
But some of them have walked throughout my life that I couldn't ask them to go back. I've tried, and I failed.
I just have the rest of them that I'll keep until the time when it is too hurt to be with me.

Whenever I'm with them, we attached emotionally.
My days getting better, I don't feel sad or uncomfortable with myself --- I feel confident, and proud to be myself because they made me feel that I am amazing.
Those feelings is really hard to find.
There were just plenty of people who'd make you feel that way.

So,
Listen, appreciate everything.
I know you can.


*p.s. : Sorry, this post was just me, who tried to fill things one by one. It sounds random, sometimes one paragraph doesnt match with the next.
But I'll do better next time.

Brothers

Saya memiliki 3 saudara laki-laki. Saya perempuan sendiri. Yang satu, sudah bekerja. Dan yang dua lainnya masih sekolah.

Gimana sih rasanya jadi anak perempuan satu-satunya?

Hmm, pasti ada suka dan duka ya.
Sukanya, selalu merasa terlindungi. Tidak pernah susah-susah dengan pekerjaan berat meskipun saya kuliah di jurusannya laki-laki. Hehehehe.
Dukanya, dianggap lemah padahal saya tidak selemah itu. Dianggap lemah, jadi mereka kadang seenaknya sendiri gak bisa dibilangin.

Saudara-saudara saya ini tingkahnya macam-macam dan masing-masing punya watak yang berbeda luar biasa. Jadi, cara ibu saya menangani mereka juga berbeda-beda.

Kakak saya yang pertama, kami berjarak 6 tahun lahirnya. Seorang drummer dan budak pemerintah.
Kenapa saya bilang begitu?
Dia budak pemerintah, karena dia bekerja terus hingga larut. Mengikuti pemerintah untuk meliput kegiatannya, mengedit video, mempost, dan diberi upah yang menurut saya kurang manusiawi. Ya memang sih, dia masih baru. Tapi apakah adil, jika pekerjaannya sebanyak itu dan upah yang dia terima tidak seberapa?
Kakak saya adalah sosok yang sangat dewasa. Dia benar-benar cerminan seorang anak pertama yang selalu membantu ketika dibutuhkan, walaupun pekerjaannya super sibuk, dia selalu menyempatkan waktu ketika di rumah membutuhkannya. Kecuali jika dia benar-benar tidak bisa.
Kakak saya ini jarang pulang ke rumah. Tidur di rumah saja sudah sangat jarang. Ya, dia sudah sibuk dengan hobi dan pekerjaannya. Jadi sangat sulit untuk dia bisa tidur di rumah.
Dia juga cerminan seorang kakak yang mengayomi adik-adiknya, penyayang, perhatian, pengertian, dan multi talenta.
Kalau punya rezeki, dia selalu memberi kami uang saku. Menanyai kabar dan hari-hari saya.
Dia bisa membenahi segala hal, dan benar-benar dapat diandalkan. Sangat bisa diandalkan.
Ya, saya mengakui bahwa sikapnya yang seperti ini adalah buah dari perjalanan hidupnya yang sejak kecil tidak pernah mudah. Dia telah mengecap pahit-manis dunia.
Sosoknya ketika di luar rumah juga merupakan seorang lelaki yang mengayomi teman-temannya. Dia selalu tahu apa yang harus dia lakukan, dan mana yang tidak. Biasanya dijadikan penanggungjawab diantara teman-temannya. Itu yang saya tahu.
Setiap kali dia pulang ke rumah, kami selalu bercerita tentang segalanya. Rumah seketika menjadi hangat. Meski sampai malam pun, saya rela menahan kantuk saat dia sedang bercerita. Karena kami saling mengerti posisi satu sama lain.
Dia adalah orang pertama di rumah yang menganggap saya sudah dewasa. Jadi, perbincangan kami tidak pernah membosankan sama sekali.
Sebetulnya, saat berbincang saya sering sekalian meminta pengertian Ibu untuk suatu hal saat kami berbincangnya bertiga. Misalnya, pengertian dalam pergaulan.
Ibu saya adalah orang yang takut saya berbuat macam-macam, dan sangat menjaga saya. Jadi, beliau sering parno dengan hal yang tidak-tidak. Dan saat berbincang dengan kakak-lah saya dapat mengemukakan pendapat saya karena ada kakak yang membackup di belakang. Hahahaha.
Saya, begitu juga semua orang-orang di rumah, selalu merindukan kehadiran kakak saya. Kalau dia tidak pulang beberapa hari saja, semua orang sudah menanyakan dia kemana.
Ohya, kakak saya sudah punya kekasih. Dan sangat romantis dengan kekasihnya. Ia selalu meluangkan waktu meskipun mereka berdua sedang sibuk-sibuknya. Cara dia memperlakukan kekasihnya juga saya suka, sangat menjaga. Mereka adalah pasangan kekasih yang saya suka.
Tapi pesan saya untuk kakak saya, jangan keburu nikah. Nanti jadi gak seru kalau saya harus menangis saat pernikahannya. Belum siap. Jangan dulu ya.
Hehehehehe.

Kakak saya itu seperti beruang kalau kamu belum kenal.
Pernah kekasih saya dahulu takut saat bertemu kakak. Katanya, wajahnya garang. Bikin takut.
Saya sontak tertawa dan mengamati ulang wajah kakak saya. Hahahaha.
Ternyata benar, dia seperti beruang kalau lagi nggak ngelawak. Beruang yang lagi mau menikam mangsanya gitu. Ih. Pantesan.
Kakak saya ini komedian lho padahal. Dia suka godain orang, suka ngelawak, dan suka bertingkah di luar pikiran manusia normal.
Pernah suatu hari saya diajak kencan, jadi baygon gitu. Kami pergi ke sebuah mall, dan naik eskalator. Saya dan kekasihnya bertingkah normal, kami berdiri di eskalator yang arahnya turun. Tiba-tiba, kakak saya berlari ke bawah dan naik eskalator yang ke arah naik. Tapi, badannya ke arah turun sambil sok-sokan kesusahan.
Sontak saya geleng-geleng kepala dan tertawa karena tingkahnya.
Masih banyak lagi tingkah kakak saya yang di luar dugaan.
Ohya. Seringkali, dia menirukan saya ketika saya sedang marah-marah. Jadinya saya tidak jadi marah. Kesel sendiri soalnya.
Kakak itu memang tidak bisa tersenyum.
Pernah suatu ketika sedang berfoto, saya paksa dia senyum. Dia tidak bisa. Hahahaha. Hanya bisa pose gigit gigi yang menandakan dia tertawa.
Pantas saja kekasih saya yang dahulu takut, wong memang gak bisa senyum gini. 😆

Bentar, dilanjut next time ya. Cerita tentang adik-adik saya akan saya tulis saat saya sudah mood.
Hehehehe.
Selamat malam.
:)

Watak.

Lagi cari-cari destinasi liburan untuk satu minggu lagi, tiba-tiba terbesit pertanyaan..

"Akan seperti apa aku kalau aku terlahir di keluarga yang kaya raya, yang melakukan apapun bebas tanpa berpikir tentang uang?"

Sebuah pertanyaan ke diri sendiri, sekaligus refleksi dan lahan untuk bersyukur dengan segala yang kupunya saat ini.
Ya, aku manusia biasa yang seringkali membandingkan rumputku dengan rumput tetangga yang selalu terlihat lebih hijau. Tidak pernah puas.
Aku selalu berpikir, betapa enaknya tidak memikirkan tentang uang ketika aku ingin sesuatu. Karena semua masalah saat ini sebagian besar berasal dari uang.

Mungkin bukan aku saja yang begini.

Pertanyaan itu membuat aku merefleksi diri. Bahwa if i born with silver spoon in my mouth, mungkin Olldry bukanlah Olldry yang sekarang.

Ya, aku adalah orang yang selalu memperhitungkan segala sesuatu. Bagaimana caranya apapun yang kulakukan; meski itu tidak tentang uang, dapat efektif dan efisien.
Selama aku hidup, aku tidak pernah berfoya-foya menghabis-habiskan uang. Meskipun saat itu aku punya lebih.
Karena menurutku, uang yang lebih itu bisa disisihkan dan dimanfaatkan untuk hal lain.
Sebuah contoh kecil, jika aku bisa makan di dekat kampus; ayam goreng crispy dengan sambal dan kol goreng, mengapa aku harus pergi ke seberang dan memakan ayam yang rasanya sama dengan harga yang lebih mahal?
Contoh kedua, jika aku bisa pergi ke suatu tempat lalu sekalian mengisi bensin atau mencucikan motor, mengapa harus besok?

Tapi..

Satu yang sangat sulit untuk aku disiplinkan; waktu. Entah mengapa, seringkali aku terlambat untuk memenuhi janji. Selalu ada saja hal-hal yang menghambatku untuk tepat waktu.
Entah itu hal-hal teknis, maupun hal-hal eksternal yang menuntutku untuk tidak datang tepat waktu. Sehingga tidak heran, aku selalu membuat teman-temanku menunggu ketika ada janji dengan mereka.
Selain itu juga, aku sering diharuskan menunggu seseorang begitu lama saat aku datang tepat waktu. Sehingga, aku berpikir bahwa akan lebih efektif jika aku datang terlambat juga daripada harus menunggu.
Aku minta maaf untuk itu.
😂

Kembali lagi ke pertanyaan awal..

Jika aku bergelimang banyak uang, mungkin saat ini aku sudah menjadi anak yang tidak efektif, tidak efisien, boros, dan tetap suka terlambat.

Sifat seseorang ditentukan sejak dia kecil. Hmm. Lebih tepatnya, watak seseorang.
Pepatah jawa bilang, "Lek watuk ancen iso diwarasno, tapi lek watek, gak bakal iso."
(Batuk memang bisa disembuhkan, tapi kalau watak, tidak akan bisa.)

Ya, begitulah.
Pesan moral dari tulisan ini, be proud of who you are. Rumput tetangga memang selalu lebih hijau, maka dari itu, warnai rumputmu dengan warnamu sendiri. Hijau tak selalu lebih bagus.
If you born poor, its not your fault. But if you die poor, its your mistake.

Akhiru kalam..
Wassalamualaikum. 😁